Geolife...!

Gayuh is Geopreneur

Wednesday, August 23, 2006

Krisis Timur Tengah: Rusia Untung, RI Buntung

Memanasnya situasi politik di Middle East beberapa saat lalu, mendatangkan berkah untuk Rusia. Teorinya, setiap kenaikan tensi krisis di Middle East, harga minyak akan turut mengalami kenaikan. Rentetan krisis tersebut dimulai dari agresi pasukan AS plus ke Irak, krisis nuklir Iran, hingga agresi militer Israel ke Palestina dan Libanon.
Tak pelak, selama krisis itu harga minyak dunia kembali melonjak ke kisaran 60-70 dollar per barrel.
Rusia, sebagai salah satu penyuplai minyak terbesar di dunia memperoleh “rezeki nomplok” dari hal itu. Cadangan devisa Rusia melonjak menjadi 277 milyar dollar AS, ketiga terbesar di dunia. Lalu, pekan ini Rusia membayar semua utang pemerintah (mulai dari utang yang terjadi saat masih bernama Uni Sovyet hingga utang yang belum jatuh tempo) senilai 23,7 milyar dollar AS ke beberapa rekening debitor (Kompas 23 agustus 2006).
Itu nasib Rusia. Apa yang terjadi dengan negara ini?
Agaknya, kesalahan kebijakan di bidang migas telah menjadikan negara ini tidak berdaya dengan kekayaan alamnya sendiri. Boro-boro peningkatan devisa, pemerintah malah sempat menaikkan harga jual BBM domestik, yang mengakibatkan lonjakan inflasi yang masih terasa hingga sekarang. Santernya, kenaikan harga BBM domestik akan dikoreksi (baca: dinaikkan) pada triwulan pertama 2007.
Kesalahan dalam menentukan kebijakan di bidang migas ini meliputi perihal regulasi investasi yang investor friendly, sistem perkilangan domestik dan pengolahannya, kerentanan terhadap tekanan negara investor, kelemahan dalam pengawasan yang menyebabkan terjadinya pengapalan migas secara ilegal ke luar negeri, dan lain-lain.
Bagaimana dengan utang pemerintah yang senilai 1300 trilyun itu? Entahlah. Kapan-kapan saja membayarnya. Bangsa ini mungkin terbiasa hidup dengan tangan terikat di bawah tapak sepatu penjajah.


Gayuh ND Putranto, 23 Agustus 2006, 17.25 WIB
* tulisan ini dipicu oleh artikel “Rusia Bayar Semua Utang” di Kompas, 23 Agustus 2006

Lumpur Lapindo: Dari dan Kembali ke Selat Madura

Polemik tentang mau dikemanakan lumpur Lapindo di Porong akhirnya berujung pada direlokasinya lumpur ke Selat Madura melalui pipa sepanjang 16,05 km (Kompas 23 Agustus 2006).
Lumpur itu diyakini berasal dari Formasi Pucangan, berumur 1,7 ma (juta tahun lalu atau Pliosen Akhir), berupa sedimen laut. Laut ini identik dengan Selat Madura purba, karena Selat Madura pada 1,7 ma masih menjorok ke arah barat sampai dengan Kota Bojonegoro yg sekarang (lihat peta). Termasuk daerah Porong, yang termasuk di dalam Selat Madura ini. Lihat peta! Garis pantai saat itu adalah barat-timur yang membentang dari selatan Bojonegoro-Jombang sampai Perning, Mojokerto lalu ke selatan-tenggara menyusuri garis pantai yang sekarang (Pasuruan-Probolinggo-dst). Sedangkan Selat Madura purba membentang dari Kota Bojonegoro-Babat-Lamongan selatan-Gresik selatan dan Surabaya-Sidoarjo termasuk di dalamnya Porong. Selat Madura saat itu diapit dua tinggian, yaitu Perbukitan Rembang di utara dan Perbukitan Kendeng di selatan.
Peta Jawa Timur pada 1,7 ma (Zaim & Hofman, 2003)

Jadi, lumpur Lapindo merupakan endapan di Selat Madura dan sekarang dikembalikan lagi ke Selat Madura. Dan secara sejarah geologi, lumpur ini tidaklah berbahaya jika dibuang karena dengan lingkungan yang sama, Selat Madura dulunya tidak terkontaminasi limbah, beda dengan sekarang.